Secara
tradisional, modal didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan
pemilik dalam suatu perusahaan. Berdasarkan nilai buku, modal didefinisikan
sebagai kekayaan bersih (net worth), yaitu selisih antara nilai
buku dari aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities).
Secara bahasa (arab) modal atau harta disebut al-amal (mufrad-tunggal),
atau al-amwal (jama’-jamak). Secara harfiah, al-maal (harta)
adalah segala sesuatu yang engkau punya. Adapun dalam istilah syar’i, harta
diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan dalam perkara yang legal
menurut syara’ (hukum islam), seperti bisnis, pinjaman, konsumsi, dan hibah
(pemberian).
Pentingnya
modal dalam kehidupan manusia ditunjukkan dalam Al-Qur’an:
زين
للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من الذهب والفضة والخيل
المسومة والانعام والحرث ذالك متاع الحيوة الدنيا والله عنده حسن الماب.
Pada ayat di atas, kata ”zuyyina”
menunjukkan kepentingan modal dalam kehidupan manusia. Dan jika dikaitkan dengan faktor permodalan
maka, perhiasan yang dimaksud dalam ayat tersebut digunakan sebagai alat
motivasi untuk mendorong bagi pelaku bisnis untuk terus mengembangkan modalnya.
Misalnya, dalam kaitan pengguna jasa keuangan adalah islam menempuh cara bagi
hasil dengan prinsip untung dibagi dan rugi ditanggung bersama. Maka dengan
sistem yang demikian, modal dan bisnis akan terus terselamatkan tanpa merugikan
pihak manapun.
Modal dibagi ke dalam modal inti dan modal pelengkap, sebagai
berikut:
Modal
inti (tier 1) terdiri dari :
1.
Modal Setor, yaitu modal yang disetor secara efektif oleh pemilik. Bagi
bank milik koperasi, modal setor terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib
para anggotanya.
2.
Agio Saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal
saham.
3.
Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan
saham, termasuk selisih nilai yang dicatat dengan harga (apabila saham tesebut
dijual).
4.
Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang
ditahan dengan persetujuan RUPS.
5.
Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk
tujuan tertentu atas persetujuan RUPS.
6.
Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang diperoleh RUPS
diputuskan untuk tidak dibagikan.
7.
Laba tahun lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak, yang belum
ditetapkan penggunaannya oleh RUPS; jumlah laba tahun lalu hanya diperhitungkan
sebesarkan 50% sebagai modal inti. Bila tahun lalu rugi harus dikurangkan
terhadap modal inti.
8.
Laba tahun berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam tahun
berjalan. Laba ini diperhitungkan hanya 50% sebagai modal inti. Bila tahun
berjalan rugi, harus dikurangkan terhadap modal ini.
9.
Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya
dikonsolidasikan, yaitu modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan
dengan penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut.
Bila dalam pembukuan bank
terdapat goodwill, maka jumlah modal
inti harus dikurangkan dengan nilai goodwill
tersebut.
Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkategorian unsur-unsur
tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah.
Modal
pelengkap (tier 2)
Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk bukan dari
laba-laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal.
Secara terinci modal pelengkap dapat berupa:
1.
Cadangan revaluasi aktiva tetap.
2.
Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan.
3.
Modal pinjaman yang mempunyai ciri-ciri:
1)
Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan dengan modal
dan telah dibayar penuh.
2)
Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI.
3)
Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal memikul kerugian
bank.
4)
Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi.
4.
Pinjaman subordinasi yang memenuhi syarat-syarat berikut:
1)
Ada pinjaman tertulis antara pemberi pinjaman dengan bank.
2)
Mendapat persetujuan dari BI.
3)
Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan.
4)
Minimal berjangka waktu 5 tahun.
5)
Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI.
6)
Hak tagih dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir (kedudukannya
sama dengan modal).
Modal pelengkap ini hanya dapat diperhitungkan sebagai modal setinggi-tingginya
100% dari jumlah modal inti.
Khusus menyangkut modal pinjaman dan pinjaman subordinasi, bank syariah tidak
dapat mengkategorikannya sebagai modal, karena sebagaimana diuraikan diatas,
pinjaman harus tunduk pada prinsip qard dan
qard tidak boleh diberikan
syarat-syarat seperti ciri-ciri di atas atau syarat-syarat yang diharuskan
dalam ketentuan tersebut.